Fastest way to know about me

How Long is Now

Tiba tiba kamu terdiam, lalu menangis. Dalam pelukanku semalam kemarin. Aku, pun juga terdiam. Diantara diam, air matamu mulai tak bisa dihapus dengan satu usapan jari.

Kita bego ya..” kalimat pembuka setelah tangismu yang aku iyakan. Kami, sama sama tau kemana perahu kami akan berlabuh masing masing. Tapi siapa mampu membohongi hati? Aku pun kamu tidak berencana sedekat ini, tapi semesta menuntun kita ke jalan ini.

Kita tak semestinya berpijak, diantara ragu yang tak berbatas. Seperti berdiri, ditengah kehampaan mencoba untuk membuat pertemuan cinta. Mungkin bukan waktunya berbagi pada nestapa, atau mungkin kita yang tak kunjung siap.

Kelak, setidaknya, kita pernah mencoba  berjuang terlepas dari kehampaan ini. Meski hanyalah dua cinta yang tak tau entah akan dibawa kemana.

Bertiup tak berarah, berarah ke ketiadaan, akankah bisa bertemu kelak di dalam perjumpaan abadi?

Tidak ada pertemuan tanpa ujian, hanya mungkin tidak semua ujian harus terlewati. Berharap pada keputusasaan, sembari menikmati sisa waktu yang ada. Memang benar adanya semua menjadi lebih berarti karena tidak abadi.

Pada perpisahan kita, aku tidak takut pada sepi yang pasti datang setelahnya, tapi aku takut suatu saat aku harus menyayangi seseorang yang itu bukan kamu. Haha? Bagaimana kalau hidup untuk sekarang saja?

Seberapa lama ‘sekarang‘ yang masih bisa kita nikmati? Apakah ‘sekarang‘ ini akan berlangsung selamanya?

Tinggalkan komentar